Apa itu Fiqih?
Secara etimologi, Fiqh ( فقه ) adalah masdar dari Faqha-Yafqahu
yang memiliki makna al-fahm yang
memiliki arti “faham” atau “mengerti”, seperti dalam sabda Nabi Muhammad SAW
yang diriwayatkan oleh sahabat Muawiyah bin Abi Sufyan RA:
من يرد الله خيرا يفقهه فى الدين
Artinya (±): “Barang siapa yang Allah menghendaki kebaikan
baginya, maka Dia akan menjadikannya faham agama.” (H.R. Bukhari & Muslim)
Atau sabda Nabi SAW dalam hadits lain saat mendoakan sahabat Abdullah bin Abbas RA:
اللهم فقهه فى الدين و علمه التأويل
Artinya (±): “Ya Allah! Jadikanlah dia (Ibnu Abbas) orang yang faham agama (Islam), dan ajarkanlah dia takwil!” (H.R. Bukhari & Muslim)
Terminologi
Penggunaan term Fiqih sendiri mengalami evolusi dari masa Nabi sampai masa
para Imam Mujtahid (sekitar abad ke-2 dan 3 Hijriyah), oleh karena itu kita
perlu mengetahui penggunaan term Fiqih dari masa ke masa. Jika kita melihat
sejarah Islam, penulis melihat setidaknya ada 3 fase evolusi penggunaan term
Fiqih, yaitu: masa Sahabat, masa Imam Abu Hanifah, dan masa Imam Syafi’i (yang
menjadi awal penggunaan term Fiqih sebagai bidang ilmu yang kita kenal
sekarang).
a. Masa
Sahabat
Pada masa sahabat, Fiqh mulai berevolusi menjadi term yang spesifik, hal
itu bisa dilihat dari penggunaan term Faqih (
),bentuk Isim Fa’il dari Fiqh,yang digunakan untuk seseorang yang memiliki
pengetahuan agama Islam.
b. Masa Imam Abu Hanifah
Pada masa ini (yaitu awal abad ke-2 Hijriyah), term Fiqih menjadi lebih
spesifik. Fiqih menjadi sebuah ilmu yang membahas hukum-hukum Islam secara
global (ijmali), baik yang qath’i (pasti) maupun yang dzanni (yang dibenarkan
berbeda pendapat di dalamnya). Pada periode ini Fiqih hanya dipisahkan dari
ilmu yang membahas tentang sumber-sumber hukum (seperti Al-Qur’an dan Sunnah)
yang menjadi rujukan hukum dalam Fiqih, sebagaimana yang didefinisikan Abu
Hanifah:
معرفة النفس ما لها و ما عليها
Artinya (±): “Fiqih adalah pengetahuan seseorang tentang hak
dan kewajibannya”
Definisi tersebut memang menjadikan Fiqih lebih spesifik dari term yang digunakan
pada masa sahabat, namun belum mendefinisikan Fiqih sebagai sebuah bidang ilmu
yang kita sekarang, karena masih mengkategorikan ilmu Aqidah dan Tasawuf
kedalamnya. Hal itu bisa dimaklumi, mengingat urgensi akademik pada masa itu hanya
terfokus pada ilmu Hadits sebagai sumber hukum primer yang kedua setelah Al-Qur’an.
c. Masa Imam Syafi
Pada masa ini, Fiqih berevolusi menjadi sebuah bidang ilmu yang dikenal
sampai sekarang. Hal tersebut tidak terlepas dari peran Imam Syafi’i yang
menjadi penggagas pembukuan ilmu Ushul Fiqih, sebuah ilmu yang menjadi mesinnya
ilmu Fiqih. Asy-Syafi’i pun membuat sebuah definisi Fiqih yang “timeless”,
sehingga definisi tersebut masih menjadi definisi Fiqih paling populer sampai
sekarang. Berikut definisi Fiqih menurut Asy-Syafi’i:
العلم بالآحكام الشرعية العملية المكتسب من
أدلتلها التفصيلية
Artinya (±): “Fiqih adalah ilmu tentang hukum-hukum syariat
yang bersifat amaliyah, yang diraih dari dali-dalil terperinci”
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan ada beberapa syarat sesuatu
dikategorikan kedalam Fiqih, diantaranya:
a. Al-Ilmu: menurut Dr. Wahbah Az-Zuhaili RA yang dimaksud
dengan ilmu dalam definisi Fiqih bermakna al-idrak yang berarti pengetahuan,
baik ilmu yang bersifat qath’i (pasti) maupun dzanni (prasangka). Oleh karena
itu, Iilmu akan mengeluarkan segala sesuatu yang bukan pengetahuan
tergolong kedalam Fiqih, seperti benda-benda.
b. bi al-ahkam: akan mengeluarkan setiap ilmu yang objeknya
bukan hukum, seperti pengetahuan tentang bentuk benda, sifat, ilmu ukir, dan
sebagainya.
c. Asy-syar’iyati: akan mengeluarkan ilmu-ilmu tentang hukum yang
bukan syariat tergolong kedalam Fiqih, seperti hukum fisika, hukum matematika,
dan sebagainya.
d. Al-amaliyah: akan mengeluarkan hukum syariat yang bukan
amaliyah tergolong kedalam Fiqih, diantaranya hukum syariat yang berkaitan
dengan masalah i’tiqad(keyakinan), seperti pengetahuan bahwa Allah itu Maha
Esa, yang dibahas dalam ilmu Aqidah.
e. Al-muktasabu: adalah bentuk isim maf’ul dari iktasaba yang dalam definisi ini bermakna al-mustanbath bilfikri qal-ijtihad, yang terjemahannya kurang lebih “diputuskan
dengan cara berfikir dan berijtihad”. Oleh karena itu, Pengetahuan Allah
akan ilmu hukum syariat yang bersifat amaliya tidaklah termasuk kedalam
kategori Fiqih. Begitu juga pengetahuan para Nabi, karena keputusan para Nabi
AS akan hukum syariat amaliyah tidaklah diraih dengan cara berfikir dan
berijtihad, melainkan melalui wahyu.
f. Min Adillatiha At-Tafsiliyah: berarti diambil dari dalil-dalil syariat
(yaitu Al-Qur’an, Sunnah, Ijma, dan Qiyas) yang terperinci. Maka pengetahuan
seorang muqallid akan hukum-hukum syariat amaliyah yang dia ketahui dari
seorang mujtahid atau faqih tidaklah bisa dikategorikan kedalam Fiqih. Jikapun dia
berdalil dengan dalil syariat, pada dasarnya seorang Muqallid tidaklah berdalil
dalam setiap masalah dengan dalil-dalil terperinci/spesifik, melainkan dengan dalil-dalil
ijmali, karena ketidak mampuannya untuk berijtihad. Baca juga Mabadi 10: Imu fiqih
Wa Allahu A’lam...
Referensi:
-Al-Fiqh
Al-Islami Wa Adillatuh karya Dr. Wahbah Az-Zuhaili
-Syarah
Jam’ul Jawami (Tajuddin As-Subki) karya Al-Jalal Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Al-Mahalli
0 Response to "Apa itu Fiqih?"
Post a Comment