Kisah: Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Vs Sang Putra
Kisah ini disampaikan oleh Syaikh Ahmad Sa'ad Al-Azhari Al-Hasani saat mengisi ceramah di Singapura. Beliau adalah seorang Habib keturunan Sayyidina Hasan yang berasal dari Mesir, namun bermukim di London sebagai utusan Al-Azhar untuk berdakwah disana. Berikut terjemahah Kisah Syaih Abdul Qadir Al-Jailani Vs Sang Putra yang disampaikan Syaikh Ahmad Saad!
Setelah menyelesaikan pendidikan ilmu syariat di banyak Madrasah dan merasa telah mumpuni dalam ilmu agama, putra Tuan Syaikh pun pulang ke kediaman ayahnya. Di kediaman Tuan Syaikh, banyak masyarakat dan para Ulama yang menjadi jama'ah Tuan Syaikh untuk menimba ilmu beliau dan mencicipi hikmah dari beliau. Walaupun begitu setelah putranya pulang, beliau tidak pernah menyuruh anaknya mengisi ceramah di majlisnya sebagaiman biasanya para dai yang memiliki anak yang juga ahli dalam ilmu agama Islam. Sebagaiman kebiasaan anak muda yang merasa ahli dalam ilmu agama, sang putra pun memiliki keinginan yang kuat untuk berbagi ilmu kepada masyarakat. Keinginannya sangatlah kuat, sehingga ia berani untuk meminta izin kepada sang Ayah untuk mengisi ceramah di majlisnya. Berikut percakapannya:
Keterangan:
TS=Tuan Syaikh
SP=Sang Putra
Keterangan:
TS=Tuan Syaikh
SP=Sang Putra
SP: "Ayahanda, bolehkah saya mengisi ceramah di majlis ayah?"
TS: "Anakku, kamu belum."
SP: "Tapi Ayah, bagaimana kita bisa tahu bahwa saya belum siap, sementara saya belum mencobanya?"
TS: "Baiklah! Saat pengajian nanti, Ayah akan mengijinkanmu untuk mengisi ceramah, dan kamu boleh duduk di tempat ayah saat menyampaikan ceramah."
Akhirnya waktu pengajian di majlis Tuan Syaikh pun tiba, dan sebagaimana janji Tuan Syaikh, yang mengisi ceramah pada saat itu adalah sang putra. Sang puta pun mengisi ceramah dengan pengetahuan Islam yang luas, dan dibumbui dengan retorika yang sangat indah. Namun, hal tersebut tidak mampu mencuri perhatian jama'ah. Para jama'ah pun terlihat jenuh, malas, ngantuk, bahkan banyak dari mereka yang ketiduran. Tentu saja sikap audiens yang demikian akan membuat seorang penceramah merasa "kikuk". Perasaan kesal, malu, dan bingung bercampur di benak sang putra. Tuan Syaikh pun, yang sejak dari awal ikut menjadi audiens dipojok majlis, mengambil tindakan dan meminta putranya untuk turun.
Setelah sang putra turun podium, Tuan Syaikh pun naik dan berkata:
"Anak-anakku (panggilan Tuan Syaikh untuk jama'ahnya, karena beliau adalah bapak spiritual mereka)! Kemarin malam, saat aku sedang menunaikan shalat tahajud, ibu kalian terbangun dan menyimpan daging di pintu depan rumah yang agak terbuka. Kemudian kucing pun masuk, dan memakan daging tersebut."
Mendengar cerita Tuan Syaik tersebut, para jama'ah pun menangis tak karuan, bahkan diantara mereka ada yang sampai pingsan saking sedihnya. Sang putra yang duduk di pojok majlis kebingungan akan tingkah laku para jama'ah, dalam hati ia bertanya-tanya, "Ada apa dengan orang-orang bodoh ini? Kenapa mereka menangis? Itu cuma cerita kucing dan daging, tidak ada hal yang menyedihkan di dalamnya."
Tuan Syaikh yang sejak awal tahu gelagat putranya, memanggilnya saat pengajian dan berkata, "Anakku, apakah kamu ingin tahu kenapa tadi para jama'ahku menangis?". Sang putra pun menjawab "iya", karena dia benar-benar tidak mengerti akan sikap jama'ah. Kemudian Tuan Syaikh memberitahunya, "Mereka tahu pesan didalam cerita tersebut. Ayah tidaklah berbicara tentang kucing dan daging, namun Ayah berbicara tentang hati seorang mukmin. Jika seorang mukmin sedikit saja membuka pintu hatinya (untuk syahwat), maka setan akan masuk dengan meracuni hatinya, sehingga hilanglah makrifat yang telah Allah karuniakan kepadanya."
Kisah tersebut mengandung banyak hikmah yang dapat kita petik, diantaranya: kalimat sederhana yang dibarengi dengan amaliyah dan hikmah akan lebih mudah diterima seseorang daripada kalimat elok yang dibumbui retorika namun tanpa hikmah.
Wa Allahu A'lam...
Sumber: https://youtu.be/MtzJdM9UaPE
0 Response to "Kisah: Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Vs Sang Putra"
Post a Comment