Mabadi Asyrah (10): Ilmu Nahwu
K.H. Saifuddin Zuhri Rahimahu Allah (Pakar Ilmu Nahwu, Sesepuh Pondok Pesantren Baitul Hikmah Haurkuning, Salopa, Kab. Tasikmalaya)
1. Definisi Ilmu Nahwu ( حده )
a. Etimologi ( لغة )
Secara Etimologi/bahasa, kata NAHWU ( نحو ) memiliki beberapa makna,
diantaranya:
- Contoh ( المثل )
- Arah ( الجهة
)
- Ukuran ( المقدار
)
- Porsi/divisi ( القسم
)
- Bagian ( البعض
)
- Maksud ( القصد
)
b. Terminologi ( اصطلاحا )
Adapun definisi Nahwu menurut istilah, diantaranya:
علم بأصول وقواعد يعرف بها أحوال أواخر الكلم إعرابا وبناءا
Artinya (-/+):
“Sebuah bidang Ilmu yang mempelajari
tentang asal-usul dan kaidah-kaidah dalam bahasa Arab untuk mengetahui keadaan
akhir kata/kalimat, baik itu I’rab ataupun Bina.”
2. Objek Kajian Ilmu Nahwu ( موضوعه )
الكلمة العربية من حيث البحث عن أحوالها
Artinya (-/+):
“Membahas keadaan struktur kata dalam Bahasa Arab.”
3. Manfaat Ilmu Nahwu ( ثمرته )
Ada banyak manfaat mempelajari ilmu nahwu, namun bagi seorang muslim
manfaat terbesar mempelajari ilmu Nahwu adalah:
الإحتراز عن الخطاء فى اللسان والإستعانة على فهم معان الكتاب والسنة
وكلمات العربية التى يستعملها كثير من العلماء فى بحث المسائل الدينية كالعقيدة
والفقه والتصوف وغير ذالك
Artinya (-/+):
“Menjaga lisan dari kesalahan dalam berbahasa Arab dan sebagai alat
bantu dalam memahami makna Al-Quran, Sunnah Nabi SAW, kalimat-kalimat berbahasa
Arab yang banyak digunakan mayoritas Ulama dalam membahas masalah-masalah
agama, seperti masalah Aqidah, Fiqih, Tashawuf, dan sebagainya.”
4. Kelebihan
Ilmu Nahwu ( فضله
)
Ilmu Nahwu memiliki kelebihan dari Ilmu lainnya, mengingat Ilmu Nahwu
adalah ilmu alat yang berguna untuk mempelajari ilmu lainnya. Bahkan Baqir bin
Ali RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
اعربوا الكلام كي تعربوا القرآن
Artinya (-/+):
“I’rabillah perkataan (kalian) sebagaimana kalian mengi’rabi Al-Quran!”
Dari hadits diatas kita dapat pahami betapa Rasulullah SAW memperhatikan
Bahasa Arab yang fasih, sampai-sampai memperintahkkan para sahabat RA untuk
mengi’rabi perkataan mereka sebagaiman kalam Al-Quran (Bahasa Arab Quraisy yang
fasih), Terlepas dari apakah perintah Rasulullah itu adalah suatu kewajiban
atau tidak bagi kita umat akhir zaman. Sementara Nahwu adalah salah satu bidang
ilmu yang mempelajari Bahasa Arab Quraisy Fasih.
Saking pentingnya Ilmu Nahwu, Syekh Ahmad bin Ali bin Mas’ud RA
beranalogi:
إعلم أن الصرف أم العلوم والنحو أبوها
Artinya (-/+):
“Ketahuilah bahwasannya Ilmu Sharaf adalah Ibunya ilmu, dan Ilmu Nahwu
adalah Bapaknya!”
Al-Hafidz Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi RA juga menguatkan akan
pentingnya belajar Ilmu Nahwu dengan berkata:
وقد اتفق العلماء أن النحو يحتاج إليه فى كل فن من فنون العلم لا سياما
التفسير والحديث فإنه لا يجوز لأحد أن يتكلم فى كتاب الله حتى يكون مملوءا
بالعربية لأن القرآن عربي ولاتفهم مقاصده إلا بمعرفة قواعد العربية وكذالك الحديث
Artinya (-/+):
“Sesungguhnya para Ulama telah sepakat bahwasannya Ilmu Nahwu (grammar)
sangat diperlukan dalam mempelajari setiap bidang Ilmu, apalagi itu Ilmu Tafsir
Hadits. Karena sangat tidak diperbolehkan bagi siapa saja yang tidak mahir
dalam berbahasa Arab untuk berbicara tentang Al-Quran. Kenapa? Karena
sesungguhnya Al-Quran berbahasa Arab, maka tidak akan dapat dipahami maksudnya
kecuali dengan mengetahui kaidah-kaidah Bahasa Arab (sementara Nahwu adalah
Ilmu Yang mempelajari kaidah-kaidah Bahasa Arab), begitu juga dengan Hadits.”
5. Relasi/Hubungan Ilmu Nahwu dengan Ilmu
Lainnya ( نسبته
)
أنه من علوم الالات
Hubungan Ilmu Nahwu dengan Ilmu lainnya adalah sebagai salah satu Ilmu
Alat, dimana Nahwu dipelajari sebagai alat untuk mempelajari Ilmu Lainnya.
Sebagaimana Grammar adalah salah satu bagian dari Trivium (Grammar, Logika, dan
Retorika) yang menjadi alat untuk memahami Liberal Arts.
6. Penggagas Ilmu Nahwu ( واضعه )
Penggagas Ilmu Nahwu adalah Amirul Mukminin Sayyidina Ali bin Abi Thalib
KAW dan Abu Aswad Dzalim bin Amr bin
Sufyan Ad-Duali RA, yang lebih dikenal dengan nama Abu Aswad Ad-Duali (16SH-69H).
Beliau masuk Islam pada saat Rasulullah SAW masih hidup, namun tidak pernah
bertemu dengan Nabi pada masa hidupnya. Beliau juga merupakan salah satu pembesar
Tabi’in yang Ahli dalam Fiqh, Tafsir, Hadits, Syair, dan disiplin ilmu
keislaman lainnya. Hal tersebut tidaklah mengherankan, karena beliau merupakan
pengikut Sayyidina Ali baik dalam keilmuan maupun dalam politik.
Ada banyak riwayat mengenai sejarah dirumuskannya Ilmu Nahwu oleh Sayyidina
Ali dan Abu Aswad Ad-Duali, salah satunya adalah riwayat Abu Qasim Az-Zujaji
yang artinya (-/+):
‘Telah menceritakan kepada kami Abu Hatim As-Sahsatani, telah
menceritakan kepada kami Ya’qub bin Ishaq Al-Hadrami, telah menceritakan kepada
kami Said bin Salim Al-Bahili, telah menceritakan kepada kami ayah saya dari
kakek saya dari Abu Aswad Ad-Duali, beliau berkata:
“Suatu saat, aku masuk ke kediaman Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib.
Kemudian aku mendapati beliau sedang memikirkan suatu hal, kemudian aku
bertanya: “Wahai Amiral Mukminin! Apakah gerangan yang sedang engkau pikirkan?”
Beliau pun menjawab: “Sesungguhnya aku telah mendengar bahwasannya ada lahnan
(kerusakan tata Bahasa Arab) di negeri kalian. Maka aku bermaksud akan
merumuskan sebuah kitab yang mempelajari tentang pokok-pokok Bahasa Arab.”
Kemudian aku berkata: “Jika engkau benar-benar melakukannya, pastilah engkau
menghidupkan kami sehingga bahasa Arab akan terjaga bagi kami.” Setelah
beberapa hari, aku kembali menemui beliau. Beliau pun memberikan kepadaku
beberapa lembar kertas yang didalamnya dituliskan:
بسم الله الرحمن الرحيم
Dengan menyebut Nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang.
الكلام كله إسم وفعل وحرف
Kalam (Kalimat) semuanya (ada 3,yaitu) Isim
(kata benda), Fi’il (kata kerja), dan Harf (huruf).
فالإسم ما أنبأ عن المسمى
Adapun (pengertian) Isim adalah kata yang
memberitahukan tentang (makna) al-musamma (yang dinamai)
والفعل ما أنبأ عن حركة المسمى
Dan (pengertian) fi’il adalah kata yang
memberitahukan tentang (makna) pergerakan dari al-musamma
والحرف ما أنبأ عن معنى ليس باسم ولا فعل
Dan (pengertian) Harf adalah kata yang
memberitahukan tentang makna (kata) yang bukan isim maupun fi’il.
Kemudian beliau berkata: “Ikutilah kitab
ini, dan tambahi dengan ilmu yang ada padamu. Ketahuilah Abu Aswad!
أن الأشياء ثلاثة ظاهر ومضمر وشيء ليس بظاهر ولا بمضمر
Sesungguhnya Segala sesuatu itu ada yang jelas(dzahir), tersembunyi
(dhamir), dan bukan keduanya/tidak jelas(mubham).
Kemudian aku pun mengumpulkan beberapa hal dan mempresentasikannya
kepada beliau, diantaranya adalah huruf-huruf nashab yang aku sebutkan pada
saat itu hanya inna ( إنّ
), anna ( أنّ
), layta ( ليت
), la’alla ( لعل
), dan kaanna ( كأنّ
). Pada saat itu aku tida menyebutkan lakinna ( لكنّ ). Kemudian beliau berkata
kepadaku: “Kenapa engkau tidak melewatkannya ( لكنّ )?” Aku pun menjawab: “Aku
tidak memasukannya.” Beliau pun berkata: “Tentu saja, itu termasuk”.”’
7. Term/Istilah Ilmu Nahwu ( إسمه )
Selain dikenal dengan nama Nahwu ( نحو ), Ilmu nahwu juga sering
kali disebut dengan Ilmu Bahasa Arab ( علم العربية ), Ilmu
Kaidah Bahasa Arab ( علم قواعد العربية
),dan lain-lain. Namun term Nahwu adalah istilah yang paling dikenal dari
dahulu, apalagi di zaman sekarang. Istilah Nahwu sendiri berasal dari beberapa
riwayat yang menceritakan bagaiman Sayyidina Ali pertama kali merumuskan
masalah-masalah dalam Bahasa Arab dan menjelaskannya kepada Abu Aswad Ad-Duali,
kemudia beliau KAW berkata:
انح هذا النحو
Artinya (-/+):
“Ikutilah/Sebarkanlah contoh ini”
8. Sumber Ilmu Nahwu ( استمداده )
يأخذ من الكتاب وعبارة السنة وكلام العربي
Ilmu Nawu bersumber dari Al-Quran, lafadz-lafdz dalam riwayat Hadits,
dan Perkataan Orang Arab.
9. Hukum Syariat Mengkaji Ilmu Nahwu ( حكمه شرعا )
فرض الكفاية على كل نحية وفرض العين على كل قارئ التفسير والحديث
Artinya (-/+):
“Fardu Kifayah (Kewajiban Komunal) bagi setiap daerah, Fardu Ain
(Kewajiban Individual) bagi para pengajar Tafsir dan Hadits)”.
10. Masalah/Kajian Ilmu Nahwu ( مسائله )
Ilmu Nahwu mengkaji tentang akhir huruf yang dalam Bahasa Arab
ditentukan oleh jenis dan struktur kata.
Contohnya seperti huruf akhir dalam lafadz ( زيد ), yaitu dal, dalam kalimat (
جَاءَ زَيْدٌ
) diberi harkat tanwin dhammah, karena lafadz tersebut
berstatus sebagai fa’il yang hukumnya marfu’ dan merupakan jenis isim mu’rab,
mufrad, mudzakkar, I’rab rafa’nya ditandai dengan harkat dzammah, dan diberi
tanwin karena tergolong isim munsharif.
والله أعلم بالصواب
sukran
ReplyDeletePunten kang, sumber kitab kuningnya darimana yah?
ReplyDelete