Malcolm X : Surat dari Mekah [Terjemah Bahasa Indonesia]
Haji Malik El-Shabazz RAHIMAHU ALLAH atau yang dikenal dengan nama Malcolm X adalah seorang muslim yang berjuang memerangi rasisme di Amerika Serikat. Bagi saya beliau adalah salah satu Mujahid, Syahid, Waliyullah di zaman modern, terutama abad ke-20. Untuk memahami Rasisme di Amerika, ada baiknya kita membaca perasaan Malcolm X saat menunaikan ibadah haji. Setiap muslim pasti akan merasakan pengalaman spiritual saat melaksanakan ibadah haji, namun bagi seseorang yang merasakan kebiadaban rasisme, mereka memiliki hadiah tambahan, yaitu harapan bahwa suatu saat orang-orang rasis akan memandang mereka sebagaimana Islam memandang mereka, yaitu semua manusia adalah sama yang membedakan adalah amal perbuatannya.
Pada tanggal 13 April 1964, Malcolm X meninggalkan
negaranya (Amerika Serikat) untuk melakukan perjalanan spiritual dengan pergi ke
daerah Arabia dan Afrika Barat. Saat beliau sedang berada di Mekah dalam misi menyempurnakan
keislamannya dengan menunaikan ibadah haji, beliau menulis surat untuk para
asistennya yang setia di Harlem. Untuk transkip bahasa Inggrisnya bisa
didownload disini. Berikut kurang lebih terjemahan bahasa Indonesia surat tersebut:
“Aku tidak menyaksikan keramah-tamahan yang
tulus dan semangat persaudaraan yang murni dan gemilang seperti yang dipraktikan
oleh orang-orang yang memiliki warna kulit dan ras yang berbeda disini, di
tanah suci kuno, rumahnya Nabi Ibrahim, Nabi Muhammad dan para Nabi yang ada
dalam kitab suci. Di minggu-minggu terakhir ini, aku benar-benar tidak dapat
berkata apa-apa karena terpesona akan keanggunan aku aku lihat yang
dipertontonkan didepan aku oleh orang-orang yang memiliki warna kulit berbeda.”
“Aku telah diberkahi dengan berkesempatan untuk
mengunjungi kota Suci Mekah. Aku telah melaksanakan tawaf yang dipimpin oleh
seorang pemuda bernama Muhammad. Aku sudah meminum air zam-zam, melaksanakan sa’i
diantara bukit Shafa dan Marwah, shalat di kota kuno Mina, dan wukuf di Arafah.”
“Ada puluhan ribu Jemaah haji yang dating dari
berbagai belahan dunia. Mereka memiliki warna kulit yang berbeda-beda, mulai
dari yang memiliki bola mata biru dan berambut pirang sampai orang Afrika yang
berwarna kulit hitam. Tapi, mereka melaksanakan ritual ibadah yang sama, menampakkan
semangat kebersamaan dan persaudaraan yang aku kira tidak akan pernah ada
diantara orang kulit putih dan non-kulit putih karena pengalaman (rasisme) yang
aku alami di Amerika.”
“Amerika perlu memahami Islam, karena Islam adalah
sebuah agama yang menghapus masalah rasisme dari masyarakat. Dari perjalananku
di daerah-daerah mayoritas Muslim, aku telah bertemu, berbicara, dan bahkan
mencicipi hidangan bersama orang-orang yang di Amerika disebut orang kulit
putih, namun sikap “orang kulit putih”nya (rasisme) telah dihapus dari pikiran
mereka oleh agama Islam. Sebelumnya, aku tidak pernah melihat ketulusan dan persaudaraan sejati yang
dipraktikan oleh orang-orang yang memiliki warna kulit berbeda yang tidak
terpengaruh oleh warna kulit mereka.”
“Kalian pasti sangat kaget mendengar kata-kata yang
dating dariku ini. Namun dalam ibadah haji ini, apa yang aku lihat, apa yang
aku alami telah memaksaku untuk menyusun kembali pola pikirku yang aku pegang
sebelumnya untuk membuang beberapa kesimpulan yang aku buat. Hal tersebut
bukanlah yang sulit bagiku. Meskipun memiliki keyakinan yang kuat, aku selalu
menjadi seorang pria yang berusaha untuk menghadapi fakta dan menerima kenyataan
hidup sebagai pengalaman baru dan pengetahuan baru yang membukanya. Aku selalu menjadi
seseorang yang berpikiran terbuka yang mana hal tersebut sangat dibutuhkan
untuk fleksibilitas yang harus berjalan seiring dengan setiap bentuk pencarian
kebenaran secara cerdas.”
“Selama sebelas hari yang lalu disini, di “dunia
Muslim”, aku makan dari piring yang sama, gelas yang sama, dan tidur diatas
permadani yang sama (sambil beribadah kepada Tuhan yang sam) Bersama kawan-kawan
muslims yang warna matanya paling biru dari yang biru, warna rambutnya paling
pirang dari yang pirang, dan warna kulitnya paling putih dari yang putih. Dalam
perkataan dan perbuatan orang muslim berkulit putih, aku merasakan ketulusan yang aku rasakan dari Muslim
afrika berkulit hitam yang dating dari Nigeria, Sudan, dan Ghana.”
“Kita semua benar-benar sama (saudara), karena
keimanan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa telah menghapus “kulit putih” dari
pikiran mereka, perilaku mereka, dan sikap mereka.”
“Aku bisa melihat dari hal ini, mungkin saja
jika orang kulit putih Amerika dapat menerima Keesaan Tuhan, mungkin juga mereka
akan bisa menerima kenyataan bahwa manusia adalah sama, dan berhenti mengukur,
menghalangi, mencelakai orang lain hanya karena perbedaan ‘warna’ mereka.”
“Dengan rasisme yang mewabah di Amerika
layaknya kanker yang tak dapat disembuhkan, para pengklaim hati orang kulit
putih ‘Kristiani’ Amerika seharusnya lebih menerima solusi yang terbukti
menyelesaikan masalah yang destruktif. Mungkin, akan tiba waktunya untuk menyelamatkan
Amerika dari bencana yang akan terjadi (kerusakan yang sama yang dibawa oleh
rasisme ke Jerman, yang akhirnya menghancurkan Jerman sendiri).”
“Setiap jam disini (di Tanah Suci)
memungkinkanku untuk mendapatkan wawasan spiritual yang lebih besar tentang apa
yang sedang terjadi di Amerika antara orang kulit hitam dan orang kulit putih.
Orang Negro Amerika tidak akan pernah bisa disalahkan akan permusuhan rasialnya,
dia hanya bereaksi akan kesadaran 400 tahun rasisme orang kulit putih Amerika.
Tapi, sebagaimana rasisme menggiring Amerika ke jalan bunuh diri, aku juga
percaya (dari apa yang aku alami bersama
mereka) generasi muda orang kulit putih Amerika di kampus dan universitas akan
melihat tanda tangan diatas tembok-tembok, dan mereka akan beralih ke jalan kebenaran
spiritual (satu-satunya cara yang tersisa bagi Amerika untuk menghindari
bencana yang pasti dibawa rasisme, mau tidak mau.”
“Tidak pernah aku merasa sangat dihormati,
tidak pernah aku merasa sangat rendah hati dan tak layak. Siapa yang akan
percaya bahwa berkah telah menumpuk pada seorang Negro Amerika? Beberapa malam yang
lalu, seseorang yang akan disebut pria kulit putih di Amerika, seorang diplomat
PBB, seorang duta besar, seorang sahabat
para raja, memberikan kamar hotelnya kepadaku, kasurnya. Tidak pernah aku bermimpi
akan menjadi penerima kehormatan. Kehormatan yang di Amerika hanya akan
dianugerahkan kepada seorang raja, bukan seorang Negro.”
“Segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta
alam.”
Dengan tulus,
Haji Malik El-Shabazz (Malcolm X)
0 Response to "Malcolm X : Surat dari Mekah [Terjemah Bahasa Indonesia]"
Post a Comment