Perkara Kafir ...
Peringatan: Ini bukan artikel ilmiah, hanya curhat! Jadi Dalil cari sendiri!
Tulisan ini saya tulis dibulan Desember 2019, namun tidak saya posting karena saya sadar saya bukan ahli agama. Tapi, karena merasa 'terverifikasi' oleh Munas Alim Ulama NU 2019, maka saya posting saja. Jika bergizi, silakan dibagi! Jika beracun, silakan dinetralisir!
Kata kafir begitu angker didengar bagi masyarakat Indonesia, baik itu muslim maupun non muslim. Bagaimana tidak, kebanyakan masyarakat Indonesia mengenal kafir sebagai orang yang tidak mungkin masuk surga, yang otomatis akan disiksa secara kekal di neraka. Bagaimana? Apakah tidak terdengar menyeramkan? Bagi seorang yang pecaya adanya surga dan neraka pasti terdengar angker. Kalau bagi atheist mana saya tahu. Tanya aja sendiri ama orangnya! Tapi kayaknya enggak deh. Lah wong percaya eksistensi neraka saja enggak, masa iyah takut akan hal yang dipercaya absence.
Disini saya hanya ingin berbagi pemahaman yang nyangkut di kepala saya tentang kafir, bukan untuk ceramah, berfatwa, menggurui, apalagi berdebat, tidak, hanya curhat. Saya hanya seorang santri yang ngakunya lagi ngaji, belum jadi kiai/ulama yang jadi pewaris para Nabi. Jika dirasa keliru, ya tinggal dikoreksi! Jangan dimarahi, Apa lagi dicaci maki! Gitu aja kok repot!
Kafir
Kata kafir sendiri dalam bahasa Arab berasal dari kata kafara, yang berarti "menutupi". Adapun pengertian kafir (menurut pemahaman penulis yang masih cetek) dalam agama Islam terbagi menjadi beberapa macam, yaitu:
A. Kafir sebagai lawan kata Syakir
Syakir berarti 'orang yang bersyukur', lawan katanya adalah kafir berarti 'orang yang menutupi/menyembunyikan nikmat'. Kafir jenis ini bisa 'menempel' kepada siapa saja (baik muslim maupun non muslim) yang tidak bersyukur atas nikmat yang Allah berikan kepadanya.
B. Kafir sebagai lawan kata Muslim
Jujur saja, penulis belum menemukan sumber syariat yang eksplisit menggeneralisir bahwa seluruh non muslim adalah kafir.
Namun, generalisir non muslim sebagai kafir sendiri digunakan oleh para Ulama dan fuqaha sebagai lawan dari kata muslim dalam ilmu fiqih. Jadi, dalam ilmu fiqih kafir itu ya non muslim. Seperti dalam bab waris, seorang anak yang non muslim tidak berhak menerima harta waris dari orang tua yang muslim. Terkadang para ahli fiqih menyebut orang tersebut dengan istilah kafir atau mukhtalif al-diin (orang yang berbeda agama). Dan masih banyak bab-bab dalam fiqih yang memukul rata non muslim sebagai kafir.
Dalam fiqih sosial dan politik, secara ijmali kafir terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Kafir harbi, yaitu non muslim yang memerangi atau bersikap dzalim dalam konteks diluar aqidah (seperti menjajah dalam konteks politik). Non muslim jenis inilah yang biasa disebut kafir di zaman Nabi SAW.
2. Kafir Ghair Harbi, yaitu non muslim yang bukan harbi. Jujur saja, Ghair Harbi ini sendiri adalah term penulis agar memudahkan penulis dalam membuat skema klasifikasi Kafir dalam fiqih. Kafir jenis ini, tidak dipanggil dengan embel-embel kafir di zaman Nabi SAW. Kebayang gak, kalo para sahabat pas hijrah ke habasyah (negerinya raja Negus yang pada saat itu masih beragama Nashrani) untuk mencari suaka ngomong gini: "Hei fir, kafir! Gue numpang dulu yah di Negeri loe! Soalnya Kafir Quraisy lagi edan-edannya nyiksa orang Islam."
Ghair harbi terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya:
- Kafir dzimmi, yaitu non muslim yang membayar jizyah di negeri muslim;
- Kafir Muahid, yaitu non muslim yang terikat perjanjian damai dengan muslim;
- Kafir Musta'min, yaitu non muslim yang mencari keamanan atau suaka di negeri Muslim.
- Kafir belum ada nama, yaitu non muslim yang memberi suaka kepada muslim.
C. Kafir sebagai lawan kata mukmin
Penulis menyebut kafir jenis ini sebagai kafir ukhrawi, yang berarti orang yang menolak kebenaran/hidayah yang telah Allah Berikan dan hal tersebut terbawa sampai ajalnya. Konsekuensi dari penolakan tersebut adalah dihukum secara kekal di neraka. Kafir jenis memiliki lawan kata mukmin, termasuk kedalam pembahasan aqidah. Mukmin sendiri gampangnya berarti orang yang menerima kebenaran/hidayah dari Allah. Lantas bagaimana dengan orang yang belum menerima kebenaran/hidayah? Dalam aqidah Islam, orang tersebut dengan Ahli Fatrah. Adapun kedudukan orang tersebut di akhirat kelak adalah selamat dari status sebagai penghuni neraka abadi.
Masalah di lapangan
Masalah muncul ketika masyarakat awam mendefinisikan kafir dengan istilah ilmu Fiqih (yaitu seluruh non muslim), sementara hukum yang diterapkan adalah hukum kafir dalam ilmu Eschatology. Hal itu disebabkan karena kelirunya pemahaman akan balaghat dakwah (sampainya kebenaran). Balaghat dakwah adalah sampainya kebenaran di hati seseorang. Dan hati, dalam pemahaman keislaman saya, adalah saksi/bukti utama di Pengadilan Sang Hakim Yang Maha Adil.
Pemahaman seperti itu (bagi saya) sangatlah berbahaya, disamping akan 'merampas' Hak Tuhan sebagai Yang Maha Menghakimi, juga akan berimbas pada 'mempertanyakan' Sifat Adil Tuhan. Saya berikan contoh kasusnya:
Ada seorang (entah dia terlahir sebagai muslim atau bukan) telah balig, berakal sehat, dan telah sampai kepadanya perihal agama Islam dan menolak untuk memilih menjadi muslim. Alasannya karena dia berkeyakinan bahwa Islam yang ia dengar adalah salah (seperti Islam versi ISIS contohnya), bukan menolak Islam karena dia gengsi, sombong, ataupun cinta dunia, tapi memang benar-benar mempertahankan kebenaran yang ada di hatinya. Kemudian, keadaan tersebut terbawa sampai dia meninggal dunia. Apakah anda pikir dakwah Islam telah sampai kepadanya? Jika ya, apakah dia seorang kafir yang akan kekal di Neraka?
Jika Ya, dimana letak keadilan Tuhan? Orang tersebut akan mudah saja berhujjah di hari peradilan kelak, "Apa salah saya? Saya tahunya kan Islam itu ya ISIS. Saya kan tidak tahu kalau Islam yang benar. Saya tahunya yang inilah yang benar, makannya saya pertahankan."
Apakah adil seorang hakim jika menghukum orang yang tidak bersalah?
Saran saya untuk yang kecanduan manggil orang lain kafir, janganlah gampang mencap seseorang atau kelompok dengan istilah kafir! Takutnya jika kafir yang dimaksud adalah kafir yang kekal di neraka, dan orang/kelompok itu bukan kafir di hadapan Allah, maka anda telah 'merebut' Hak Allah sebagai Hakim Mutlak di akhirat kelak, dan anda secara otomatis menjadi seorang kafir.
Jika ada (saudara sebangsa kita ataupun seagama) yang keukeuh memanggil kita kafir, jangan dulu tersinggung! Husnudzan saja! Mungkin yang dia maksud kafir menurut bahasa, yang berarti menutupi. Contoh: 'Dasar kafir loe!" Mungkin maksudnya "Dasar, kamu telah menutup hati bagi capres pilihanku!"
Kalau nemu kafir jenis baru, boleh ditambahkan di kolom komentar!
SALAM!
0 Response to "Perkara Kafir ..."
Post a Comment